Renaldi : PKKMB UNMUL 2025 adalah usaha membangun budaya anti-kritik


Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Mulawarman pada
dasarnya bertujuan untuk memperkenalkan, mempersiapkan dan mengakselerasi mahasiswa
baru dalam proses transisi menjadi mahasiswa yang sadar akan hak dan kewajibanya,
memuat antara lain tentang sistem pendidikan tinggi kegiatan akademik dan kemahasiswaan
serta kebijakan kampus, serta lebih banyak mengenakanl Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
yang ada pada perguruan tinggi sehingga dapat mendukung keberhasilan studi serta
mengembangkan minat dan bakat mahasiswa baru di perguruan tinggi.


Namun pada faktanya Ada banyak hal menggemparkan terjadi selama proses PKKMB
UNMUL berjalan. Mulai dari pembungkaman suara kritis, aturan yang otoriter, fasilitas Gor
yang tidak memadai, banyaknya mahasiswa baru yang jatuh sakit dan pingsan, serta
kehadiran pejabat hingga militer pada acara tersebut.


PKKMB UNMUL 2025 menunjukan bahwa KAMPUS UNMUL dan BEM KM UNMUL adalah
institusi dan organisasi yang bermental feodal: lebih sibuk melayani kekuasaan daripada
menyemai pemikiran merdeka, lebih mementingkan penampilan pejabat dan aparat
daripada keadaan mahasiswa baru yang kepanasan dan berdesak-desakan. PKKMB UNMUL telah melenceng dari tujuan dan fungsinya bukan lagi wadah bagi mahasiswa baru tetapi wadah eksistensi semata baik bagi BEM, Birokrat, pejabat hingga aparat yang telah diberikan ruang khusus di dalam kampus.
Beberapa budaya anti-kritik yang tumbuh di PKKMB UNMUL antara lain:

1. Pembungkaman suara kritis: mahasiswa yang vokal terhadap permasalahan kampus
dan daerah dicap sebagai “pembuat onar” atau “tidak menghormati otoritas”
Contoh : spanduk yang berisi kritik mengenai sarana dan prasarana kampus banyak
dilarang, mendapat teguran keras dari birokrat kampus ketika mahasiswa baru
menutup telinga dan membalikkan badan saat Wakil Gubernur Kaltim yaitu Seno Aji
akan menyampaikan materi.


2. Regulasi yang otoriter: peraturan yang dirancang untuk membatasi ruang gerak
mahasiswa, bahkan ancaman dari birokrat kampus apabila BEM-BEM Fakultas dan
mahasiswa Baru melanggar aturan-aturan yang ada.


3. Minimnya ruang diskusi yang bebas: sikap-sikap kritis dibatasi oleh aturan dari pihak
tertentu, sehingga hanya narasi yang “aman” yang mendapat tempat.
KAMPUS DAN BEM KM ANTI-KRITIK: INTELEKTUAL DIJEBAK, KESADARAN DIMANDULKAN PKKMB

harusnya menjadi ruang terbuka bagi dialektika seluruh mahasiswa baru. Dan
Kampus bukan tembok tebal yang memblokir kritik, namun jika ruang akademik disulap
menjadi ruang penghakiman terhadap mahasiswa yang bersuara, maka itu bukan lagi tempat pendidikan melainkan arena penjinakan. Dan BEM KM harus ingat bahwa BEM KM bukan
menara gading yang kebal dari suara mahasiswa. Kritik bukanlah ancaman, kritik adalah napas demokrasi.

Ketikan mahasiswa mempertanyakan langkah dan kebijakan BEM, itu bukan untuk perlawanan melainkan tanggung jawab moral untuk saling mengingatkan. Dan sebaliknya sikap anti-kritik adalah tanda bahwa BEM telah menjauh dari akar dan denyut aspirasi mahasiswa.

    Leave a Reply