Proyek PDAM Tersandung di Samarinda: Warga Tolak Pemasangan Pipa Karena Konflik Lahan HPL

SAMARINDA — Konspirata.com, Proyek pembangunan jaringan pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di kawasan Jalan Ringroad 2, Kota Samarinda, terpaksa tertunda. Penundaan ini bukan karena kendala teknis, melainkan penolakan keras dari warga akibat konflik agraria lama yang kembali mencuat: tumpang tindih lahan dengan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) transmigrasi yang diam-diam masih aktif sejak tahun 1981.

Warga mendapati bahwa lahan yang mereka tempati selama puluhan tahun ternyata berada di bawah status HPL transmigrasi—sebuah fakta yang baru mereka ketahui saat proyek infrastruktur mulai berjalan dan pengurusan legalitas tanah ditolak.

“Bagaimana bisa tanah kami yang sudah kami bangun dan tinggali sejak lama, tiba-tiba dibilang milik program transmigrasi? Tidak ada warga transmigrasi di sini. Sekarang malah mau dipasangi pipa air. Ini ngawur,” tegas, warga sekaligus tokoh RT setempat.

Tidak Pernah Difungsikan, Kini Jadi Penghalang

Status HPL transmigrasi di lokasi ini telah berlaku sejak 1981, namun hingga 2025, tidak ada satu pun aktivitas transmigrasi atau penempatan warga dari luar daerah di atas lahan tersebut. Meski demikian, dokumen HPL tersebut tetap membelenggu tanah warga dan kini menjadi penghambat pembangunan infrastruktur dasar seperti distribusi air bersih.

Salah satu warga terdampak, Alpian, mengaku kecewa karena haknya atas tanah tempat ia membangun rumah dan hidup selama puluhan tahun kini tak diakui secara administratif.

“Saya sudah tinggal dan membangun di sini sejak lama. Sekarang mau urus surat, malah dibilang tanah negara untuk transmigrasi. Ini baru muncul belakangan, padahal dulu semua proses lancar,” ujar Alpian.

Warga: Ini Bukan Salah Kami, Tapi Negara

Warga dan aktivis menyayangkan lambannya respons pemerintah dalam menertibkan status lahan yang selama puluhan tahun tidak aktif namun tetap dipertahankan. Proyek PDAM yang semestinya menjadi solusi air bersih bagi masyarakat, justru terhenti karena tumpang tindih administratif yang tidak pernah diselesaikan.

“Kalau pemerintah tidak menyelesaikan status tanah dulu, maka segala proyek akan bermasalah. Ini bukan salah warga. Ini salah negara yang lambat mengurus dokumennya sendiri,” kata Lestari, pegiat komunitas tata ruang di Samarinda.

Desakan Evaluasi HPL: Dari Simbol Kekuasaan ke Hambatan Publik

Penolakan warga terhadap proyek PDAM ini menjadi simbol kegagalan tata kelola agraria, di mana aset negara yang tidak termanfaatkan berubah menjadi penghalang bagi hak dasar masyarakat.

Para pegiat agraria mendesak agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, segera mengevaluasi dan mencabut HPL-HPL lama yang tidak produktif, khususnya yang berdiri di atas pemukiman warga aktif seperti di Ringroad 2. (Ar)

Leave a Reply