Terungkap! 43 Tahun Tak Diketahui, HPL Transmigrasi Diam-Diam Blokir Tanah Warga Samarinda

SAMARINDA — konspirata.com, Sebuah fakta mencengangkan mencuat di Kota Samarinda. Setelah lebih dari empat dekade, keberadaan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk transmigrasi yang diterbitkan pada 1981, baru terungkap tahun 2024. Yang ironis, bahkan pemerintah kota sendiri baru mengetahuinya ketika proses legalisasi tanah warga mendadak tertolak.

Temuan ini bermula dari pengurusan Izin Membuka Tanah Negara (IMTN) dan sertifikat tanah oleh sejumlah warga di kawasan Jalan Ringroad 2, Kota Samarinda. Proses yang sebelumnya berjalan lancar selama bertahun-tahun, tiba-tiba mandek. Warga kaget saat diberitahu tanah mereka ternyata berada dalam kawasan HPL transmigrasi.

“Baru tahun ini kami diberitahu kalau tanah ini masuk kawasan HPL transmigrasi. Padahal tahun lalu saya masih bisa buat IMTN. Sekarang ditolak tanpa penjelasan jelas,” ujar Heri, salah satu warga terdampak.

Salah satu pemilik lahan yang kini terhambat hak legalnya adalah Alpian, warga yang telah bermukim puluhan tahun di area tersebut. Ia mengaku tidak pernah diberitahu bahwa tanah tempat tinggalnya merupakan bagian dari kawasan transmigrasi.

Yang lebih menyedihkan, sejak diterbitkan pada 1981, HPL tersebut tidak pernah difungsikan sebagaimana mestinya. Tidak pernah ada program transmigrasi aktif, dan tidak ada satu pun warga transmigran yang ditempatkan di wilayah tersebut hingga tahun 2025.

“Kalau memang tidak digunakan, mengapa masih dikunci? Kenapa dibiarkan menjadi jebakan hukum bagi warga?” tanya Andi Wahyudi, aktivis agraria lokal yang mendampingi warga.

Para aktivis menilai ini adalah contoh nyata dari kelalaian administratif sekaligus pengabaian hak-hak masyarakat sipil. Mereka mendesak adanya audit menyeluruh terhadap HPL tersebut dan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola pertanahan di Samarinda.

Pemerintah Kota Samarinda sendiri dikabarkan baru mengadakan komunikasi awal dengan Kementerian ATR/BPN, namun belum ada pernyataan resmi terkait status HPL maupun langkah pemulihan hak warga.

“Negara tidak boleh diam. Warga seperti Alpian kini hidup di tanah yang tiba-tiba dianggap milik negara, padahal mereka sudah membangun dan tinggal di sana sejak lama. Ini bukan sekadar masalah dokumen, ini soal keadilan,” tegas Wahyudi. (ar)

Leave a Reply